Gerakan Mandau Talawang Pancasila
Gerakan Mandau Talawang Pancasila atau yang sering dikenal dengan GMTPS mungkin
hanya segelintir orang saja yang mengetahui gerakan ini. Sebenarnya
gerakan ini mempunyai tujuan menuntut berdirinya Provinsi Kalimantan
Tengah. Perjuangan untuk dapat berdirinya Prov.Kalimantan Tengah yang
pada waktu itu masih satu dengan Prov.Kalimantan Selatan banyak sekali
menemui hambatan . Seluruh masyarakat Kalimantan tengah mempunyai
keinginan untuk memiliki sebuah provinsi yang diharapkan agar dalam hal
pengurusan roda pemerintahan, pembangunan, serta dalam hal
kemasyarakatan tidak lagi bergantung pada Kalimantan Selatan. Hal itu
wajar saja karena Kalimantan Tengah kurang memperoleh akses dan
prioritas pembangunan infrastruktur dalam membuka daerah yag relatif
masih terisolasi . Namun pemisahan itu masih tetap berada dalam wilayah
kesatuan Indonesia. GMTPS bukan gerakan separatis . Itu bisa dilihat
dari penggunaan Pancasila dibelakangnya.
Pada
awal kemerdekaan Pulau Kalimantan hanya memiliki tiga provinsi saja,
yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat .
Sedangkan adanya Prov. Kalimantan Tengah masih tidak diakui . Dasar
pertimbangannya disebabkan kekurangan uang negara untuk membiayai
pembentukan empat provinsi sekaligus, akan tetapi selambat-lambatnya
tiga tahun setelah berlakunya undang-undang tersebut, Kalimantan Tengah
akan dibentuk (Undang-Undang Darurat No.25 Tahun 1956) . Sebagai
persiapannya, Kalimantan Tengah memperoleh status sebagai kerisedenan
dan Tjilik Riwut ditunjuk sebagai residen yang berkedudukan di
Banjarmasin.
Keluarnya
undang-undang tersebut ternyata disambut kekecewaan dari berbagai
kalangan dengan berdirinya gerakan kelompok bersenjata di Kalimantan
Tengah, salah satu gerakan ini adalah GMTPS dengan pemimpin yang sangat
disegani adalah Christian Simbar atau Uria Mapas.
Gerakan
ini benar bersifat militan, pernah melakukan serangan terhadap beberapa
pos pemerintah diantaranya di Buntok dan Tamiang Layang. Pada 19
Oktober 1953, markas GMTPS di desa Bundar diserang aparat Kepolisian
Buntok yang menimbulkkan korban warga sipil. Akibat serangan itu,
Christian Simbar bersama 86 angota GMTPS melakukan serangan balik
terhadap markas Kepolisian Buntok pada 22 November 1953. Pertempuran itu
memakan banyak korban dari pihak aparat keamanan , pegawai negeri
maupun dari GMTPS sendiri. Pada tahun 1955 yaitu ketika Indonesia
memasuki masa pemilu GMTPS menghentikan sementara gerakan fisiknya
karena tak ingin dikatakan sebagai pihak yang membuat kekacauan . Pasca
pemilu kontak senjata kembali terjadi seperti di Pujon , Desa Madara ,
Desa Butong , Desa Hayaping dan Desa Lahei. Pada bentrokan yang terjadi
di Hayaping pada 15 Desember 1955 istri dari Christian Simbar yaitu
Rusine Tate menjadikan dirinya umpan untuk ditangkap Batalyon 605
sehingga pasukan GMTPS berhasil lolos dari kepungan aparat.
Kegiatan
Fisik GMTPS semakin meningkat ada tahun1956 karena belum ada
tanda-tanda keseriusan pemerintah dalam pembentukan provinsi Kalteng dan
semakin seringnya terjadi kontak senjata dengan aparat keamanan,
akhirnya berdasarkan Keputusan Mendagri SK Nomor U /34/41/24 tanggal 28
Desember 1956, kantor persiapan Provinsi Kalteng mulai dibentuk
terhitung 1 Januari 1957. Pemerintah pusat juga meminta agar kontak
senjata dihentikan.
Maka
dibentuk juga Panitia Penyelesaian Korban Kekacauan Daerah (PPKD)
Kalteng yang diketuai oleh Mahir Mahar. Tugasnya melakukan perundingan
dengan pihak GMTPS. 1 Maret 1957 terjadi perundingan di Desa Madara,
Buntok yang menghasilkan beberapa keputusan antara lain :
1. Pembentukan Provinsi Kalimantan tengah dengan wilayah meliputi Kab. Barito, Kapuas dan Kotawaringin dapat disetujui.
2. Tidak ada tuntutan/proses hukum atas semua korban baik dari pihak GMTPS maupun pihak aparat keamanan
3. Penyaluran anggota GMTPS yang berminat untuk menjadi tentara , polisi ataupun pegawai negeri
4. Bantuan modal bagi angota GMTPS yang ingin berusaha sesuai keahlian masing-masing
5. Penyerahan senjata GMTPS kepada pemerintah melalui upacara adat.
Lalu dalam perkembangannya berakhir dengan terbentuknya provinsi
Kalimantan Tengah pada 23 Mei 1957 dengan Tjilik Riwut sebagai
Gubernurnya. Tanpa adanya aksi mengangkat senjata oleh GMTPS mungkin
saja pembentukan Prov. Kalteng prosesnya menjadi lebih berlarut-larut.
Begitu juga sebaliknya, pembentukan prov Kalteng tidak bisa juga
dilakukan dengan jalur kekerasan saja, melainkan melalui jalur diplomasi
oleh Tjilik Riwut dan rekan-rekannya. Kita sebagai generasi muda Dayak
Kalimantan Tengah harus mengakui prov. Kalimantan Tengah terbentuk oleh
adanya perjuangan-perjuangan dari putra Dayak yang berbeda jalan.
Gerakan Mandau Talawang Pancasila atau yang sering dikenal dengan GMTPS mungkin
hanya segelintir orang saja yang mengetahui gerakan ini. Sebenarnya
gerakan ini mempunyai tujuan menuntut berdirinya Provinsi Kalimantan
Tengah. Perjuangan untuk dapat berdirinya Prov.Kalimantan Tengah yang
pada waktu itu masih satu dengan Prov.Kalimantan Selatan banyak sekali
menemui hambatan . Seluruh masyarakat Kalimantan tengah mempunyai
keinginan untuk memiliki sebuah provinsi yang diharapkan agar dalam hal
pengurusan roda pemerintahan, pembangunan, serta dalam hal
kemasyarakatan tidak lagi bergantung pada Kalimantan Selatan. Hal itu
wajar saja karena Kalimantan Tengah kurang memperoleh akses dan
prioritas pembangunan infrastruktur dalam membuka daerah yag relatif
masih terisolasi . Namun pemisahan itu masih tetap berada dalam wilayah
kesatuan Indonesia. GMTPS bukan gerakan separatis . Itu bisa dilihat
dari penggunaan Pancasila dibelakangnya.
Pada
awal kemerdekaan Pulau Kalimantan hanya memiliki tiga provinsi saja,
yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat .
Sedangkan adanya Prov. Kalimantan Tengah masih tidak diakui . Dasar
pertimbangannya disebabkan kekurangan uang negara untuk membiayai
pembentukan empat provinsi sekaligus, akan tetapi selambat-lambatnya
tiga tahun setelah berlakunya undang-undang tersebut, Kalimantan Tengah
akan dibentuk (Undang-Undang Darurat No.25 Tahun 1956) . Sebagai
persiapannya, Kalimantan Tengah memperoleh status sebagai kerisedenan
dan Tjilik Riwut ditunjuk sebagai residen yang berkedudukan di
Banjarmasin.
Keluarnya
undang-undang tersebut ternyata disambut kekecewaan dari berbagai
kalangan dengan berdirinya gerakan kelompok bersenjata di Kalimantan
Tengah, salah satu gerakan ini adalah GMTPS dengan pemimpin yang sangat
disegani adalah Christian Simbar atau Uria Mapas.
Gerakan
ini benar bersifat militan, pernah melakukan serangan terhadap beberapa
pos pemerintah diantaranya di Buntok dan Tamiang Layang. Pada 19
Oktober 1953, markas GMTPS di desa Bundar diserang aparat Kepolisian
Buntok yang menimbulkkan korban warga sipil. Akibat serangan itu,
Christian Simbar bersama 86 angota GMTPS melakukan serangan balik
terhadap markas Kepolisian Buntok pada 22 November 1953. Pertempuran itu
memakan banyak korban dari pihak aparat keamanan , pegawai negeri
maupun dari GMTPS sendiri. Pada tahun 1955 yaitu ketika Indonesia
memasuki masa pemilu GMTPS menghentikan sementara gerakan fisiknya
karena tak ingin dikatakan sebagai pihak yang membuat kekacauan . Pasca
pemilu kontak senjata kembali terjadi seperti di Pujon , Desa Madara ,
Desa Butong , Desa Hayaping dan Desa Lahei. Pada bentrokan yang terjadi
di Hayaping pada 15 Desember 1955 istri dari Christian Simbar yaitu
Rusine Tate menjadikan dirinya umpan untuk ditangkap Batalyon 605
sehingga pasukan GMTPS berhasil lolos dari kepungan aparat.
Kegiatan
Fisik GMTPS semakin meningkat ada tahun1956 karena belum ada
tanda-tanda keseriusan pemerintah dalam pembentukan provinsi Kalteng dan
semakin seringnya terjadi kontak senjata dengan aparat keamanan,
akhirnya berdasarkan Keputusan Mendagri SK Nomor U /34/41/24 tanggal 28
Desember 1956, kantor persiapan Provinsi Kalteng mulai dibentuk
terhitung 1 Januari 1957. Pemerintah pusat juga meminta agar kontak
senjata dihentikan.
Maka
dibentuk juga Panitia Penyelesaian Korban Kekacauan Daerah (PPKD)
Kalteng yang diketuai oleh Mahir Mahar. Tugasnya melakukan perundingan
dengan pihak GMTPS. 1 Maret 1957 terjadi perundingan di Desa Madara,
Buntok yang menghasilkan beberapa keputusan antara lain :
1. Pembentukan Provinsi Kalimantan tengah dengan wilayah meliputi Kab. Barito, Kapuas dan Kotawaringin dapat disetujui.
2. Tidak ada tuntutan/proses hukum atas semua korban baik dari pihak GMTPS maupun pihak aparat keamanan
3. Penyaluran anggota GMTPS yang berminat untuk menjadi tentara , polisi ataupun pegawai negeri
4. Bantuan modal bagi angota GMTPS yang ingin berusaha sesuai keahlian masing-masing
5. Penyerahan senjata GMTPS kepada pemerintah melalui upacara adat.
Lalu dalam perkembangannya berakhir dengan terbentuknya provinsi
Kalimantan Tengah pada 23 Mei 1957 dengan Tjilik Riwut sebagai
Gubernurnya. Tanpa adanya aksi mengangkat senjata oleh GMTPS mungkin
saja pembentukan Prov. Kalteng prosesnya menjadi lebih berlarut-larut.
Begitu juga sebaliknya, pembentukan prov Kalteng tidak bisa juga
dilakukan dengan jalur kekerasan saja, melainkan melalui jalur diplomasi
oleh Tjilik Riwut dan rekan-rekannya. Kita sebagai generasi muda Dayak
Kalimantan Tengah harus mengakui prov. Kalimantan Tengah terbentuk oleh
adanya perjuangan-perjuangan dari putra Dayak yang berbeda jalan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar