RAJA BUNU MANUSIA PERTAMA DI TANAH DAYAK
Raja Bunu adalah anak dari pasangan Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan Kameloh Putak Bulau Janjulen Karangan Limut Batu Kamasan Tambun. Manyamei Tunggul Garing dan Kameloh Putak Bulau
merupakan menurut Hindu Kaharingan adalah manusia yang pertama kali
diciptakan oleh Ranying Hatalla Langit. Dan Raja Bunu memang diwariskan
untuk menghuni bumi dengan ciri–ciri keturunannya bisa mati atau
meninggal setelah keturunan ke sembilan. Ciri–ciri yang lain adalah Raja
Bunu tidak bisa menginang, maka diganti makanannya diganti menjadi
beras, lauk–pauk, dan lain-lain seperti makanan kita sekarang ini.
Raja Bunu dianugrahi oleh Ranying Hatalla Langit sebuah besi bernama
Sanaman Lenteng. Sanaman Lenteng adalah sebuah besi yang tidak sengaja
ditemukan oleh Raja Bunu sewaktu ia bermain di sungai dengan kedua
saudaranya. Kedua saudara Raja Bunu itu masing–masing bernama Raja
Sangen dan Raja Sangiang. Besi yang ditemukan oleh tiga bersaudara ini
aneh, karena yang satu ujung besinya timbul ke permukaan air dan ujung
yang lain tenggelam. Kalo dianalogikan, seharusnya seluruh batang besi
itu tenggelam.
Raja Bunu secara tidak sengaja memegang ujung Sanaman Lenteng yang
tenggelam dan kedua saudaranya memegang ujung yang timbul ke permukaan
air, sehingga menurut ceritanya gara-gara Raja Bunu tidak sengaja
memegang ujung dari Sanaman Lenteng yang tenggelam, maka kehidupannya
tidak abadi seperti kedua saudaranya yang lain, yaitu Raja Sangen dan
Raja Sangiang. Besi yang mereka dapati itu akhirnya dibuat menjadi
Dohong Papan Benteng (sejenis alat khas yang bentuknya seperti pisau)
oleh ayah mereka.
Raja Bunu dan kedua saudaranya dianugrahi juga oleh Ranying Hatalla
Langit seekor burung yang bernama Gajah Bakapek Bulau Unta Hajaran
Tandang Barikur Hintan. Mereka dianugrahi seekor burung itu ketika
mereka sedang berada di sebuah bukit yang bernama Bukit Engkan Penyang.
Ketika mereka sudah mendapati burung itu, rupanya tiga saudara itu
tidak ada yang mau mengalah dan terus berebut untuk mendapatkan burung
itu. Tiba–tiba Raja Sangen menghunus dohong-nya lalu menghujamkannya ke
arah burung itu. Sehingga darah burung itu pun keluar dan Raja Sangen
pun berinisiatif untuk menampung darah burung tersebut ke sebuah sangku
(sejenis mangkok). Dan dengan sekejap darah burung yang ditampung di
dalam sangku itu pun berubah menjadi emas, berlian, dan permata.
Rupanya ayah ketiga bersaudara itu mengetahui perbuatan ketiga
anaknya itu. Maka, dengan kesaktiannya sang ayah pun pergi menemui
ketiga anaknya itu. Sesampainya di sana Manyamei Tunggul Garing (ayah
mereka) melihat apa yang telah diperbuat oleh anaknya karena sang ayah
merasa iba kepada burung itu dan takut ketiga anaknya kualat dengan
Ranying Hatalla Langit atas perbuatan mereka, sang ayah pun dengan
kesaktiannya menyembuhkan luka pada burung itu.
Karena rasa iri terhadap saudaranya yang mendapatkan emas, berlian,
dan harta itu. Maka, Raja Sangiang pun menghujamkan dohong-nya ke arah
burung itu sehingga darah burung itu pun keluar dengan derasnya dan ia
pun melakukan hal yang sama yaitu mengambi sangku untuk menampung darah
burung itu. Kejadiannya pun sama persis dengan yang didapatkan oleh Raja
Sangen yaitu, emas, berlian, dan lain-lain. Dan ayah mereka pun
akhirnya menyembuhkan luka pada burung tersebut. Sehingga burung itu pun
sehat kembali.
Dan lagi–lagi keserakahan dan rasa iri itu menghinggapi Raja Bunu. Ia
pun melakukan apa yang telah dilakukan oleh kedua saudaranya itu dan ia
pun mendapatkan hasil yang sama seperti yang diperoleh oleh kedua
saudaranya. Dan lagi–lagi sang ayah pun karena merasa iba akan burung
itu maka ia pun menyembuhkan luka burung itu. Tetapi rupanya luka burung
itu tidak dapat sembuh seperti sedia kala. Akhirnya burung itu terbang
dengan membawa luka dan darahnya menetes membasahi wilayah itu. Darah
burung yang menetes itulah yang kemudian menjadi kekayaan yang berlimpah
ruah. Karena kondisi fisik burung itu yang semakin lelah dan lukanya
semakin parah, burung itu pun akhirnya mati.
Akhirnya tempat burung itu mati dipenuhi dengan kekayaan yang abadi,
dan menurut kepercayaan agama Hindu Kaharingan tempat itu disebut dengan
Lewu Tatau (Surga).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar